Besok tanggal 27 Juli. Besok hari pertama kembali ke sekolah.
Ternyata, tidak untuk saya.
Biasanya, malam ini saya sibuk menyetrika kerudung dan menyiapkan seragam. Biasanya, malam ini saya memasukkan buku dan tempat pensil ke dalam tas yang sudah dicuci bersih.
Sekarang, saya bukan anak sekolah lagi.
Di malam-malam seperti inilah saya merasa sangat rindu menjadi anak sekolah. Anak sekolah yang setiap hari bangun subuh, berangkat pagi-pagi, pulang sore, dan tidur terlambat malamnya karena belajar dan mengerjakan PR untuk esok hari. It's a tiring routine, but I sure miss it.
Tidak terasa, sudah dua bulan saya 'tidak menjadi anak sekolah.'
Sebenarnya sudah lama saya menanti-nanti saat ini. Saat di mana akhirnya saya tidak perlu ikut merasakan 'rusuhnya' hari pertama sekolah. Saat di mana saya bisa 'lepas' dari rutinitas hari sekolah. Tapi, sekarang saya malah ingin memutar waktu kembali saat saya masih kelas 12 dulu.
Sebentar lagi, fase baru hidup saya akan dimulai. Saya tidak lagi menjadi sekadar 'siswa', tetapi 'mahasiswa'.
Belum tentu saya akan bertemu dengan orang-orang menyenangkan seperti di SMA dulu. Belum tentu saya akan memiliki teman-teman sehebat teman-teman saya sewaktu SMA. Belum tentu saya akan diajar oleh dosen-dosen seperti guru-guru saya saat SMA.
Orang bilang masa-masa duduk di bangku sekolah adalah masa-masa terindah.
Saya harap itu salah.
I hope better things are yet to come. I hope the things we left behind won't be better than the things we're about to meet.
school
"Amar Ma'ruf Nahi Munkar."
Ucapan tersebut sering saya dengar akhir-akhir ini, khususnya di sekolah, disampaikan oleh guru-guru di kelas. Mungkin mereka ingin mengingatkan kami, murid-muridnya yang sebentar lagi (in sya Allah) lulus dan keluar dari lingkungan mereka, menuju dunia masyarakat yang lebih luas.
Awalnya saya menanggapi ucapan ini dengan biasa saja, bahkan mungkin hanya sebentar-sebentar saya ingat, lalu tertimbun kembali oleh hal-hal lain. Tapi suatu hari, perkataan salah seorang guru menjadikan ucapan ini bermakna lain untuk pertama kalinya.
"Kalian harus ingat selalu: Amar Ma'ruf Nahi Munkar, berbuatlah kebaikan dan cegahlah keburukan. Memang perkataan ini seakan mudah saja dilaksanakan."
"Amar Ma'ruf, berbuat kebaikan itu memang sebenarnya mudah. Misalnya barang orang lain terjatuh, kita tinggal mengambilkannya dan kita telah melaksanakan Amar Ma'ruf."
"Tetapi Nahi Munkar, mencegah orang lain berbuat buruk itu jauh lebih sulit. Jangankan mencegah orang lain, mencegah diri sendiri pun tidak selalu berhasil."
Dan kalimat terakhir tadi membuat saya berpikir. Benarlah ucapan beliau. Mencegah keburukan itu perlu keberanian dan usaha ekstra dibanding berbuat kebaikan. Padahal Nahi Munkar itu hukumnya wajib dalam ajaran agama yang saya anut. Mengapa begitu sulit?
Banyak juga alasan yang terpikir oleh saya, tapi akhirnya saya sampai pada satu kesimpulan: karena kita takut.
Kita takut dikatakan 'sok alim', kita takut dijauhi orang yang kita tegur, kita takut tidak akan bisa hidup tenang lagi.
Anehnya, kita selalu takut, walaupun pelakunya adalah orang terdekat kita sendiri. (Menurut saya, justru karena mereka adalah orang terdekat, kita semakin segan untuk menegur karena takut akan perubahan sikap mereka terhadap kita.)
Manusia memang pada dasarnya tidak senang terhadap perubahan, walaupun perubahan itu membawa kebaikan. Manusia senang kepada hal-hal lama yang telah menjadi kebiasaan dan bagian hidup, walaupun itu buruk bagi mereka, karena mereka telah terjebak dalam zona nyaman mereka.
Begitu juga dengan saya.
Karena saya juga begitu, maka lebih mudah untuk saya untuk memahami mengapa orang lain melakukan ini dan itu - walaupun hal tersebut buruk - saya akan berpikir, 'Oh, mungkin memang begitu yang biasanya mereka lakukan'.
Tadi siang, guru agama saya berkata bahwa hukum melakukan Nahi Munkar adalah wajib. Teman saya juga bercerita bahwa Allah pernah mengazab suatu kaum yang buruk perilakunya tanpa menyelamatkan seorang yang saleh di antara mereka, dikarenakan orang tersebut tidak pernah mencegah teman-temannya berbuat buruk walaupun ibadahnya baik.
Sekarang, setelah saya mengetahui ini, beranikah saya melakukan Nahi Munkar?
Saya harap begitu.
-NS
Pernah nggak, merasa seakan segala hal ada di pundak kamu? Seakan semua tanggung jawabmu pelan-pelan menekan kamu sampai kamu nggak bisa nafas dengan bebas?
Akhir-akhir ini saya bingung, saya ini murid atau bukan? Memang sudah seharusnya buat murid untuk belajar, untuk mengerjakan PR, untuk mempersiapkan diri untuk ulangan besok. Tapi rasanya akhir-akhir ini saya seperti dikejar-kejar berbagai hal yang menuntut untuk diselesaikan dengan baik. Yah, seperti PR, ulangan, tugas..
Karena itu saya berusaha untuk memanfaatkan waktu luang saya dengan sebaik-baiknya. Pulang sekolah, setelah melakukan rutinitas saya (mandi, shalat, menyiapkan buku), saya berusaha untuk langsung belajar sampai Maghrib. Setelah makan malam, saya belajar lagi. Belajar pelajaran apapun, tidak cuma ketika ada ulangan saja saya belajar sekarang.
Memang sekilas baik seperti itu, tapi semakin saya melakukannya, saya makin merasa tertekan tiap kali saya melewatkan waktu untuk hal-hal yang kurang mendesak. Celakanya, mengobrol dengan keluarga dan bersantai saya anggap termasuk dalam "hal-hal yang kurang mendesak". Padahal saya sadar, saya butuh interaksi dengan keluarga dan saya butuh refreshing. Keluarga saya selalu mengingatkan saya untuk sedikit relaks, tapi saran tersebut sulit untuk saya terapkan. Karena rasanya jika saya melewatkan waktu yang lama tanpa belajar, saya semakin merasa tertekan oleh hari ulangan yang semakin mendekat.
Orang tua saya kaget ketika saya mengatakan tugas dan ulangan apa saja yang akan dilangsungkan/dikumpulkan minggu depan. Ditambah lagi ketika mereka mengetahui bahwa minggu depan juga sekolah saya mulai melangsungkan UAS. Mungkin saat mereka masih menjadi murid beban tugas mereka tidak seperti zaman saya sekarang.
Teman-teman saya juga terus mengingatkan saya bahwa saya tidak boleh terlalu memikirkan beban tugas atau ulangan apa saja yang akan datang, bahwa saya juga butuh santai, bahwa saya perlu menikmati masa-masa SMA, bahwa saya harus menikmati setiap momen bersama orang yang saya sayangi tanpa beban pikiran. Karena masa-masa SMA pasti akan berlalu, orang yang saya sayangi juga tidak akan selamanya bersama saya, dan jika saya tidak bersantai maka saya akan stress dan sakit sehingga tidak bisa menikmati apa yang sudah saya usahakan sebelumnya.
Walaupun saya sadar akan hal itu, tapi masih sulit bagi saya untuk menerapkan saran dari teman-teman dan keluarga saya.
Saya berharap, semoga tulisan saya ini bisa berguna untuk orang lain yang memiliki masalah yang sama, walaupun saya sendiri belum bisa mulai berubah.
Thanks for reading :) -N