Mungkin sering kita menemukan, di tengah kemacetan, mobil yang sering mencari-cari celah sendiri. Mobil yang semacam itulah yang menyebabkan kemacetan terasa makin menyiksa. Sudah macet, kita yang sudah bersabar bermenit-menit tahu-tahu disalip seenaknya oleh orang yang baru datang. Belum lagi kalau saat ia menyalip, ia melintang menghalangi jalan di depan kita.
Seharusnya, kalau semua mobil itu berjalan lurus saja tanpa ada yang menyalip, kemacetan dan keruwetan lalu lintas akan lebih mudah untuk diurai dan dilewati.
Pengalaman seperti itulah yang baru saja saya rasakan.
Saat saya berusaha untuk tetap lurus, tetap berjalan sebagaimana mestinya, tahu-tahu ada orang-orang yang ingin 'menyalip' dan mencari jalan pintas.
Dan saya, karena saya tidak menginginkan konflik, membiarkan itu terjadi.
Sebenarnya bisa saja saya melapor. Bisa saja saya berteriak dan menjadi whistle blower. Tapi saya berkali-kali mengingatkan diri sendiri bahwa Allah Maha Tahu. Bahwa setiap perbuatan manusia akan dibalas setimpal dengan apa yang telah ia perbuat. Bahwa Allah Maha Adil. Bahwa 'Tuhan tahu, tapi menunggu' (Edensor, Andrea Hirata). Tapi terkadang mengingat hal ini membuat saya tidak dapat menahan perasaan.
Rasanya mau meledak.