September 2014

"Amar Ma'ruf Nahi Munkar."


Ucapan tersebut sering saya dengar akhir-akhir ini, khususnya di sekolah, disampaikan oleh guru-guru di kelas. Mungkin mereka ingin mengingatkan kami, murid-muridnya yang sebentar lagi (in sya Allah) lulus dan keluar dari lingkungan mereka, menuju dunia masyarakat yang lebih luas.


Awalnya saya menanggapi ucapan ini dengan biasa saja, bahkan mungkin hanya sebentar-sebentar saya ingat, lalu tertimbun kembali oleh hal-hal lain. Tapi suatu hari, perkataan salah seorang guru menjadikan ucapan ini bermakna lain untuk pertama kalinya.

           "Kalian harus ingat selalu: Amar Ma'ruf Nahi Munkar, berbuatlah kebaikan dan cegahlah keburukan. Memang perkataan ini seakan mudah saja dilaksanakan."

          "Amar Ma'ruf, berbuat kebaikan itu memang sebenarnya mudah. Misalnya barang orang lain terjatuh, kita tinggal mengambilkannya dan kita telah melaksanakan Amar Ma'ruf."

          "Tetapi Nahi Munkar, mencegah orang lain berbuat buruk itu jauh lebih sulit. Jangankan mencegah orang lain, mencegah diri sendiri pun tidak selalu berhasil."


Dan kalimat terakhir tadi membuat saya berpikir. Benarlah ucapan beliau. Mencegah keburukan itu perlu keberanian dan usaha ekstra dibanding berbuat kebaikan. Padahal Nahi Munkar itu hukumnya wajib dalam ajaran agama yang saya anut. Mengapa begitu sulit?

Banyak juga alasan yang terpikir oleh saya, tapi akhirnya saya sampai pada satu kesimpulan: karena kita takut. 

Kita takut dikatakan 'sok alim', kita takut dijauhi orang yang kita tegur, kita takut tidak akan bisa hidup tenang lagi.

Anehnya, kita selalu takut, walaupun pelakunya adalah orang terdekat kita sendiri. (Menurut saya, justru karena mereka adalah orang terdekat, kita semakin segan untuk menegur karena takut akan perubahan sikap mereka terhadap kita.)


Manusia memang pada dasarnya tidak senang terhadap perubahan, walaupun perubahan itu membawa kebaikan. Manusia senang kepada hal-hal lama yang telah menjadi kebiasaan dan bagian hidup, walaupun itu buruk bagi mereka, karena mereka telah terjebak dalam zona nyaman mereka.
Begitu juga dengan saya.

Karena saya juga begitu, maka lebih mudah untuk saya untuk memahami mengapa orang lain melakukan ini dan itu - walaupun hal tersebut buruk - saya akan berpikir, 'Oh, mungkin memang begitu yang biasanya mereka lakukan'. 


Tadi siang, guru agama saya berkata bahwa hukum melakukan Nahi Munkar adalah wajib. Teman saya juga bercerita bahwa Allah pernah mengazab suatu kaum yang buruk perilakunya tanpa menyelamatkan seorang yang saleh di antara mereka, dikarenakan orang tersebut tidak pernah mencegah teman-temannya berbuat buruk walaupun ibadahnya baik.

Sekarang, setelah saya mengetahui ini, beranikah saya melakukan Nahi Munkar?

Saya harap begitu.

-NS





"Amar Ma'ruf Nahi Munkar"

Posted on

Tuesday, September 9, 2014

Category

,